Rabu, 09 Maret 2011

PEMBAHASAN
NOVEL RUMAH KACA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
Sinopsis
Kehadiran roman sejarah ini, bukan saja dimaksudkan untuk mengisi sebuah episode berbangsa yang berada di titik persalinan yang pelik dan menentukan, namun juga mengisi isu kesusasteraan yang sangat minim menggarap periode pelik ini. Karena itu hadirnya roman ini memberi bacaan alternatif kepada kita untuk melihat jalan dan gelombang sejarah secara lain dan dari sisinya yang berbeda.
Tetralogi ini dibagi dalam format empat buku. Dan roman keempat, Rumah Kaca, memperlihatkan usaha kolonial memukul semua kegiatan kaum pergerakan dalam sebuah operasi persiapan yang rapi. Arsip adalah mata radar Hindia yang ditaruh di mana-mana untuk merekam apapun yang digiatkan aktivis pergerakan itu. Pram dengan cerdas mengistilahkan politik arsip itu sebagai kegiatan pe-rumahkaca-an.
Pengertian Rumah Kaca
Novel rumah kaca karya Pramoedya Ananta toer, merupakan tetralogi yang keempat yang mana memperlihatkan usaha kolonial memukul semua kegiatan kaum pergerakan dalam sebuah operasi pengarsipan yang rapih. Selain itu dinovel ini pun kita akan menemukan apa yang selama ini menjadi subyek, tak lebih dari obyek. Hanya dengan cara mengetahui apa itu “modern” bisa mengerti permainan ini. Konsep rumah kaca diperkenalkan Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) dalam novel Rumah Kaca (1988). Bedanya, rumah kaca Pram adalah pengungkapan strategi kekuasaan kolonialis yang memata-matai setiap gerak Minke (Tirto Adhi Soerjo) dan kawan-kawannya, kaum pribumi terpelajar. Sementara itu pihak yang melakukan aksi spionase dijalankan Jacques Pangemanan, kaki tangan sang penjajah. Tujuan penciptaan rumah kaca pada zaman itu adalah meringkus dan menaklukkan siapa pun yang dipandang menentang kekuasaan penjajah. Rumah kaca itu berisi ruang-ruang yang menjadikan negara harus bertanggung jawab mengurusnya. Ruang perpolitikan, misalnya, mewajibkan negara mengelola pelaksanaan pemilihan umum secara jujur dan adil. Ruang kesehatan mengharuskan negara melakukan pengelolaan kondisi kewarasan. Ruang pendidikan mewajibkan negara meningkatkan kecerdasan.
Ruang ketenagakerjaan mengharuskan negara menangani pengangguran. Demikian seterusnya, ruang-ruang dalam rumah kaca itu bisa dimunculkan sesuai kebutuhan. Dalam konseptualisasi Michel Foucault (1926-1984), rumah kaca itu adalah panopticon, yakni model penjara yang dikemukakan Jeremy Bentham (1748-1832). Penjara berbentuk gurita itu menempatkan para penjaganya berada di tengah-tengah untuk secara kontinyu dan tanpa halangan mengawasi semua narapidana. Kekuasaan semacam ini dapat menatap secara keseluruhan gerak-gerik objek yang diawasi. Tapi, kekuasaan itu menjalankan koreksi (memperbaiki), bukan destruksi (mengebiri). Kekuasaan dilandaskan pada kesadaran spasial, yakni dari strategi-strategi besar geopolitik sampai taktik-taktik kecil tempat kediaman.
Pengertian Polituk Arsip
Arsip adalah mata radar Hindia yang ditaruh di mana-mana untuk merekam apa pun yang digiatkan aktivis pergerakan itu. Pram dengan cerdas mengistilhkan politik arsip itu sebagai kegiatan pe-rumahkaca-an. Novel besar berbahasa Indonesia yang menguras energi pengarangnya untuk menampilkan embrio Indonesia dalam ragangan negeri kolonial. Sebuah karya pascakolonial paling bergengsi. Jika pada masa kolonialisme dipraktikkan politik rumah kaca yang digunakan untuk melumpuhkan kaum terjajah yang hendak melawan, pada masa sekarang politik rumah kaca diaplikasikan untuk memberdayakan warga.
Kekuasaan yang tidak mampu menjalankan politik rumah kaca bagaikan sosok manusia renta yang memandang persoalan dengan kekeruhan tatapan mata. Meskipun kedua mata itu dipasangi perangkat yang membantu penglihatan, tetap saja tidak bisa memandang aneka persoalan secara transparan.
Bukan gejala yang aneh jika jumlah penduduk miskin, angka pengangguran, maupun statistik penduduk yang mempunyai hak pilih selalu mendatangkan pertengkaran. Politik rumah kaca tidak sama dengan membuat akuarium yang dipenuhi aneka ikan hias, melainkan harus dimulai dengan kehendak kuat mengumpulkan dan mengklasifikasikan data penduduk tanpa bias.
Metafora serta Idiom Barat dan Jawa

Bahasa mengungkapkan cara berpikir bangsa penggunanya. Bahasa Indonesia Pram didasarkan oleh cara berpikir Belanda dan Jawa, serta semua pengetahuan tentang dunia Barat dan Jawa. Contohnya dalam Rumah Kaca (hal 118) di mana Pangemanann menganalogikan pembunuhan orang-orang China dengan Malam Bartolomeus. Hal ini menunjukkan kecermatan Pram dalammengolah metafora yang disesuaikan dengan karakter Pangemanann yang telah mendapat pendidikan di Perancis, karena malam Bartolomeus adalah malam pembunuhan besar-besaran orang-orang Protestan di Paris yang dilakukan orang-orang Katolik tahun 1612. Pengaruh Jawa pun terlihat dari metafora yang diungkapkan Minke pada Anak Semua Bangsa (hal 261) “wayang kulit tanpa gapit” untuk menjelaskan kekuasaan adalah modal.
Pilihan Leksikal Bahasa Asing
Pilihan leksikal bahasa asing banyak dipengaruhi oleh bahasa Belanda dan Jawai, ini terlihat dalam nama – nama tokoh yang digunakan oleh Pram seperti nama Jean le Boucq dan Antonie Barbuse Jambitte.
Contohnya bahasa jawa yang menggunakan kata “nyai”.
Selain itu contoh kata Belanda yang lain yaitu : Gubermen, Buitenzorg
Kekhasan gaya bahasa yang digunakan setiap penulis dipengaruhi pertama oleh jaman dan lingkungan pribadi si penulis. Pram yang dibesarkan di jaman Belanda tentu sangat lihai dalam mendeskripsikan latar peristiwa pada jaman itu, ditambah kemampuannya berbahasa Belanda. Kedua, yaitu aliran yang diikuti atau yang menjadi dasar kepenulisannya yaitu aliran realisme, tentu jarang sekali menggunakan bahasa yang berbunga.
Pemilihan kata “Zihhh” pada bagian awal cerita di gunakan oleh pengarang untuk menggambarkan suatu pemberontakan terhadap kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan tokoh di dalam cerita. Hampir keadaan yang tidak sesuai dengan tokoh, pengarang menggunakan kata “zihh”.
MAJAS
Dalam novel ini terdapat majas personifikasi
• Partai itu pucat kurang darah (hal 288) → pengarang memaparkan tentang partai yang pucat kurang darah padahal secara logika yang biasa pucat kurang darah itu hanyalah manusia. Pengarang memaparkan hal itu agar cerita tersebut bisa lebih hidup dan memberikan emosi kepada pembaca.
• Kemarahan muntah dari dalam diriku (hal193) majas personifikasi,pengarang memaparkan kata seperti itu karena keadaan tokoh yang sangat jengkel untuk itu pengarang memilih kata muntah untuk mengungkapkannya
• Dilaknat kalian (hal 26), itu pekerjaan mu, goblok (hal 19) majas sinisme
PRIBAHASA
• Seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami (hal 95) → menggunakan pribahasa tersebut untuk memberikan kejelasan dan penekanan bahwa tokoh mencari sebuah informasi yang sulit ditemukan tapi harus tetap dilakukan demi mendapat sebuah kesadaran kebangsaan
Penggunaan Imbuhan meng dan sufiks-I
• Dalam bentuk aktifnya verba transitif yang diturunkan dengan sufiks-i dapat berkombinasi dengan prefik meng. kata dasar baca ini memerlukan sufiks-i, untuk memperoleh status verba. Penambahan ini menunjukkan verba sedang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh kata dasar yaitu baca. Berarti tokoh sedang beraktifitas yaitu sedang membaca.
aku merindukan belai kasihmu bunda
aku merindukan pelukan hangatmu bunda
pa kau di sana baik-baik sja? pulanglah bunda aku membutuhkanmu.
tidak hanya materi yang aku butuhkan tp perhatian darimu.
bunda i mis youuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!